My Pages

Jumat, 16 Mei 2014

PROSES LAS



BAB I
MESIN LAS

A.    Pengertian Mesin Las
1.      Mesin Las Listrik
Las busur listrik atau pada umumnya disebut las listrik termasuk suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Jadi surnber panas pada las listrik ditimbulkan oleh busur api arus listrik, antara elektroda las dan benda kerja. Benda kerja merupakan bagian dari rangkaian aliran arus listrik las. Elektroda mencair bersama-sama dengan benda kerja akibat dari busur api arus listriik. Gerakan busur api diatur sedemikian rupa, sehingga benda kerja dan elektroda yang mencair, setelah dingin dapat menjadi satu bagian yang sukar dipisahkan.
Mesin las adalah alat yang digunakan untuk menyambung logam. Pengelasan (wedding) adalah tenik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa penekanan dan menghasilkan sambungan yang kontinyu. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran dan sebagainya.

2.      Mesin Las Gas Oksi-Asetilin
Dalam proses pengelasan gas, panas diperoleh dari hasil pembakaran gas dengan oksigen sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu yang dapat mencairkan logam dasar dan logam pengisi. Pengelasan gas juga sering digunakan untuk proses pemotongan logam. Gas yang lazim digunakan adalah gas alam, asetilen, dan hidrogen. Gas yang paling sering dipakai adalah gas asetilen, sehingga pengelasan gas pada umumnya diartikan sebagai pengelasan oksi-asetilen (oxyasetylene welding, OAW).  
Las Oksi asetilin adalah pengelasan yang dilaksanakan  dengan pencampuran  2 jenis gas sebagai pembentuk nyala api dan sebagai sumber panas. Dalam proses las gas ini, gas yang digunakan adalah campuran dari gas Oksigen (O2) dan gas lain sebagai gas bahan bakar (fuel gas). Gas bahan bakar yang paling popular dan paling banyak digunakan dibengkel-bengkel adalah gas Asetilen ( dari kata acetylene”, dan memiliki rumus kimia C2H2 ). Gas ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan  gas bahan bakar lain. Kelebihan yang dimiliki gas Asetilen antara lain, menghasilkan temperature nyala api lebih tinggi dari gas bahan bakar lainya, baik bila dicampur dengan udara ataupun Oksigen.

B.     Klasifikasi Cara Pengelasan dan Pemotongan
Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena perlu adanya kesepakatan dalam hal-hal tersebut. Secara konvensional cara-cara pengklasifikasi tersebut vpada waktu ini dapat dibagi dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan.
Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya. Sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya.
Berdasrkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu : pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian.
  1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber api gas yang terbakar.
  2. Pengelasan tekan adalah pcara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
  3. Pematrian adalah cara pengelasan diman sambungan diikat dan disatukan denngan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.
Cara yang banyak digunakan dalam pengelasan adalah pemotongan dengan gas oksigen dan pemotongan dengan busur listrik. Dibawah ini klasifikasi dari cara pengelasan :
a)      Pengelasan cair
ü  Las gas
ü  Las listrik terak
ü  Las listrik gas
ü  Las listrik termis
ü  Las listrik elektron
ü  Las busur plasma
b)      Pengelasan tekan
ü  Las resistensi listrik
ü  Las titik
ü  Las penampang
ü  Las busur tekan
ü  Las tekan
ü  Las tumpul tekan
ü  Las tekan gas
ü  Las tempa
ü  Las gesek
ü  Las ledakan
ü  Las induksi
ü  Las ultrasonic
c)       Las busur
ü  Elektroda terumpan
d)     Las busur gas
ü  Las m16
ü  Las busur CO2
e)      Las busur gas dan fluks
ü  Las busur CO2 dengan elektroda berisi fluks
ü  Las busur fluks
ü  Las elektroda berisi fluks
ü  Las busur fluks
ü  Las elektroda tertutup
ü  Las busur dengan elektroda berisi fluks
ü  Las busur terendam
ü  Las busur tanpa pelindung
ü  Elektroda tanpa terumpan
ü  Las TIG atau las wolfram gas

C.    Klasifikasi Mesin Las
1.      Berdasarkan Panas Listrik
1.1.      SMAW (Shield Metal Arch Welding) adalah las busur nyala api listrik terlindung dengan mempergunagakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Jenis ini paling banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere.
1.2.      SAW (Submerged Arch Welding) adalah las busur terbenam atau pengelasan dengan busur nyala api listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal induk dan material tambahan, dipergunakan butiran–butiran fluks / slag sehingga bususr nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks tersebut
1.3.      ESW (Electro Slag Welding) adalah pengelasan busur terhenti, pengelasan sejenis SAW namun bedanya pada jenis ESW busurnya nyala mencairkan fluks, busur terhenti dan proses pencairan fluk berjalan terus dam menjadi bahan pengantar arus listrik (konduktif). Sehingga elektroda terhubungkan dengan benda yang dilas melalui konduktor tersebut. Panas yang dihasilkan dari tahanan terhadap arus listrik melalui cairan fluk / slag cukup tinggi untuk mencairkan bahan tambahan las dan bahan induk yang dilas tempraturnya mencapai 3500° F atau setara dengan 1925° C
1.4.      SW (Stud Welding) adalah las baut pondasi, gunanya untuk menyambung bagian satu konstruksi baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton (baut angker) atau “ Shear Connector “
1.5.      ERW (Electric Resistant Welding) adalah las tahanan listrik yaitu dengan tahanan yang besar panas yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi semakin tinggi sehingga mencairkan logam yang akan dilas. Contohnya adalah pada pembuatan pipa ERW, pengelasan plat–plat dinding pesawat, atau pada pagar kawat
1.6.      EBW (Electron Beam Welding) adalah las dengan proses pemboman elektron, suatu pengelasan uang pencairannya disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari suatu berkas loncatan elektron yang dimamapatkan dan diarahkan pada benda yang akan dilas. Penelasan ini dilaksanakan di dalam ruang hampa, sehingga menghapus kemungkinan terjadinya oksidasi atau kontaminasi

2.      Berdasarkan Panas Listrik dan Gas
2.1.      GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG (Metal Active Gas) dan MAG (Metal Inert Gas) adalah pengelasan dengan gas nyala yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai sebagai pencair metal yang di–las dan metal penambah. Sebagai pelindung oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau CO2. MIG digunakan untuk mengelas besi atau baja, sedangkan gas pelindungnya adalah mengunakan Karbon dioxida CO2. TIG digunakan untuk mengelas logam non besi dan gas pelindungnya menggunakan Helium (He) dan/atau Argon (Ar)
2.2.      GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas) adalah pengelasn dengan memakai busur nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat dari wolfram, sedangkan bahan penambahnyyadigunakan bahan yang sama atau sejenis dengan material induknya. Untuk mencegah oksidasi, dipakai gas kekal (inert) 99 % Argon (Ar) murni
2.3.      FCAW (Flux Cored Arch Welding) pada hakikatnya hampir sama dengan proses pengelasan GMAW. Gas pelindungnya juga sama-sama menggunakan Karbon dioxida CO2. Biasanya, pada mesin las FCAW ditambah robot yang bertugas untuk menjalankan pengelasan biasa disebut dengan super anemo
2.4.      PAW (Plasma Arch Welding) adalah las listrik dengan plasma yang sejenis dengan GTAW hanya pada proses ini gas pelindung menggunakan bahan campuran antara Argon (Ar), Nitrogen (N) dan Hidrogen (H) yang lazim disebut dengan plasma. Plasma adalah gas yang luminous dengan derajat pengantar arus dan kapasitas termis / panas yang tinggi dapat menampung tempratur diatas 5000°C

3.      Berdasarkan Panas Yang Dihasilkan Campuran Gas
3.1.      OAW (Oxigen Acetylene Welding) adalah sejenis dengan las karbid / las otogen. Panas yang didapat dari hasil pembakaran gas acetylene (C2H2) dengan zat asam atau Oksigen (O2). Ada juga yang sejenis las ini dan memakai gas propane (C3H8) sebagai ganti acetylene. Ada pula yang memakai bahan pemanas yang terdiri dari campuran gas hidrogen (H) dan zat asam (O2) yang disebit OHW (Oxy Hidrogen Welding)

4.      Berdasarkan Ledakan dan reaksi isotermis
4.1.      EXW (Explosion Welding) adalah las yang sumber panasnya didapatkan dengan meledakkan amunisi yang dipasang pada suatu mold/cetakan pada bagian tersebut dan mengisi cetakan yang tersedia. Cara ini sangat praktis untuk menyambung kawat baja / wire rope, slenk. Cara pelaksanaannya adalah ujung-ujung tambang kawat dimasukkan ke dalam mold yang telah terisi amunisi selanjutnya serbuk ledak tersebut dinyalakan dengan pemantik api, maka terjadilah reaksi kimia eksotermis yang sangat cepat sehingga menghasilkan suhu yang sangat tinggi sehingga terjadilah ledakan. Ledakan tersebut mencairkan kedua ujung kawat baja yang terdapat didalam mold tadi, sehingga cairan metal terpadu dan mengisi ruangan yang tersedia didalam mold.

D.    Jenis – Jenis Mesin Las Listrik
Jenis – jenis mesin las berdasarkan panas listrik adalah sebagai berikut :
1.      Las listrik dengan Elektroda Karbon
a.       Las listrik dengan elektroda karbon tunggal
b.       Las listrik dengan elektroda karbon ganda

Pada las listrik dengan elektroda karbon, maka busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda karbon dan logam atau diantara dua ujung elektroda karbon akan memanaskan dan mencairkan logam yang akan dilas.
2.      Las listrik dengan elektroda logam
1.1.      SMAW (Shield Metal Arch Welding)
Las busur nyala api listrik terlindung dengan mempergunaakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Jenis ini paling banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere.
Untuk arus AC (Alternating Current), pada voltage drop panjang kabel tidak banyak pengaruhnya, kurang cocok untuk arus yang lemah, tidak semua jenis elektroda dapat dipakai, arc starting lebih sulit terutama untuk diameter elektrode kecil, pole tidak dapat dipertukarkan, arc bow bukan merupakan masalah.
Sedangkan pada arus DC (Direct Current), voltage drop sensitif terhadap panjang kabel sependek mungkin, dapat dipakai untuk arus kecil dengan diameter electroda kecil, semua jenis elektrode dapat dipakai, arc starting lebih mudah terutama untuk arus kecil, pole dapat dipertukarkan, arc bow sensitif pada bagian ujung, sudut atau bagian yang banyak lekukanya.














Gbr. SMAW

Gb. Las SMAW

1.2.      SAW (Submerged Arch Welding)
Las busur terbenam atau pengelasan dengan busur nyala api listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal induk dan material tambahan, dipergunakan butiran–butiran fluks / slag sehingga bususr nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks tersebut. Las Busur terpendam banyak digunakan untuk penyambungan tabung-tabung gas, pipa besar, dan penyambungan benda-benda yang sama serta banyak. Pengelasan dilakukan secara otomatis dan fluksnya berupa butiran. Satu unit mesin las SAW terdiri dari sebuah travo, kontrol, elektroda gulungan, nosel, dan perlengkapan untuk menaburkan fluks. Pengelasan dimulai dengan mengalirkan arus listrik pada rangkaian listrik SAW. Elektroda berjalan dan menyentuh benda kerja. Loncatan busur listrik dari elektroda ke benda kerja mencairkan keduanya. Pada saat bersamaan butiran fluks ditaburkan agar deposit lasan yang terbentuk terlindung dari udara luar.

1.3.      TIG (tungsten inert gas)
Las listrik TIG merupakan pengelasn dengan memakai busur nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat dari wolfram. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda wolfrm dan bahan dasar adalah merupakan sumber panas untuk pengelasa. Titik cair dari eletroda wolfram sedemikan tingginya samapai 3410o sehingga tidak ikut mencair pada saat terjadi busur listrik. Tangkai las dilengkapi dengan nosel keramik untuk penyembur gas pelindung yang melindungi daerah las dari pengaruh luar pada saat pengelasan. Sebagai bahan tambah dipakaielektroda tanpa selaput yang digerakkan dan didekatkan ke buur listrik yang terjadi antara elektroda wolfram dengan bahan dasar.
E.     Arus Las Listrik
1.      Mesin Las listrik arah searah (DC)
Mesin ini mengubah arus listrik bolak-balik (AC) yang  masuk,  menjadi  arus  listrik  searah  (DC) yang keluar. Keuntungan dari mesil las DC adalah sebagai berikut :
a.       Busur nyala stabil
b.      Dapat menggunakan elektroda berselaput dan tidak berselaput
c.       Dapat mengelas pelat tipis
d.      Dapat dipakai untuk mengelas pada tempat lembab
2.      Mesin las litrik arah bolak – balik (AC)
Mesin   ini   memerlukan   sumber   arus   bolak - balik dengan tegangan yang lebih rendah pada lengkung listrik. Keuntungan dari mesin AC adalah:
a.       Busur nyala kecil, sehingga memperkecil kemungkinan timbulnya keropos pada rigi – rigi las
b.      Perlengkapan dan perawatan lebih mudah

F.     Pengkutuban Elektroda
1.      Pengkutuban Langsung
Pada pengkutuban langsung, kabel elektroda dipasang pada terminal negatif dan . kabel  massa  pada  terminal  positif.  (DC-)

2.       Pengkutuban Terbalik
Pada pengkutuban langsung, kabel elektroda dipasang pada terminal positif dan . kabel  massa  pada  terminal  negatif.(DC+) Pengaruh pengkutuban pada hasil las adalah pada penembusan lasnya : Pengkutuban langsung (DC-) akan menghasilkan penembusan yang dangkal sedangkan pada pengkutuban terbalik (DC+) akan terjadi sebeliknya. Pada arus bolak-balik (AC) penembusan yang dihasilkan antara keduanya.

G.    Perlengkapan Las Listrik
1.      Kabel las
Kabel las biasanya dibuat dari tembaga yang dipilin dan dibungkus dengan karet isolasi. Yang disebut kabel las ada tiga macam, yaitu :
a.     Kabel elektroda , yaitu kabel yang menghubungkan pesawat las dengan elektroda.
b.    Kabel masa, yaitu yang menghubungkan pesawat las dengan benda kerja.
c.     Kabel tenaga, yaitu kabel yang menghubungkan sumber tenaga atau jaringan lisrtik dengan pesawat las.
2.       Pemegang elektroda
Ujung yang berselaput dari elektroda dijepit dengan pemegang elektroda. Ini terdiri dari mulut penjepit dan pemegang yang dibungkus oleh bahan penyekat (biasanya dari embonit).



3.      Palu Las
Palu ini digunakan untuk melepaskan dan mngeluarkan terak las pada jalur las dengan jalan memukulkan atau menggoreskan pada daerah las. Gunakanlah kaca mata pada waktu poembersihan terak, sebeb dapat memercikan pada mata.


4.      Sikat kawat
Sikat kawat digunakan untuk :
a.     Membersihkan benda kerja yang akan dilas,
b.    Membersihkan terak las yang sudah dilepas dari jalur las oleh pukulan palu las



5.      Klem massa
alat untuk menghubungkan kabel masa ke benda kerja. Terbuat dari bahan yang menghantar dengan baik (tembaga). Klem masa dilengkapi dengan pegas yang kuat, yang dapat menjepit benda kerja dengan baik. Tempat yang dijepit harus bersih dari kotoran (karet, cat, minyak dan sebagainya)
6.      Tang penjepit
Digunakan untuk memegang atau memindahkan benda kerja yang masih panas sehabis pengelasan.

H.    Teknik Dasar Pengelasan
1.      Pembentukan busur listrik
Busur listrik timbul karena adanya pelepasan muatan listrik melewati celah dalam rangkaian, dan panas yang dihasilkan akan menyebabkan gas pada celah tersebut mengalami ionisasi (disebut plasma). Untuk menghasilkan busur dalam pengelasan busur, elektrode disentuhkan dengan benda kerja dan secara cepat dipisahkan dalam jarak yang pendek. Energi listrik dari busur dapat menghasilkan panas dengan suhu 10.000 o F (5500o C) atau lebih, cukup panas untuk melebur logam. Genangan logam cair, terdiri atas logam dasar dan logam pengisi (bila digunakan), terbentuk di dekat ujung elektrode. Kebanyakan proses pengelasan busur, logam pengisi ditambahkan selama operasi untuk menambah volume dan kekuatan sambungan las-an. Karena logam pengisi dilepaskan sepanjang sambungan, genangan las-an cair membeku dalam jaluran yang berombak.

2.      Pengaruh panjang busur pada hasil las
2.1.      Panjang busur sama dengan diameter kawat inti elektroda (L=D) maka cairan elektroda akan mengalir dan mengendap dengan baik. Hasilnya :
a.       rigi-rigi las yang halus dan baik.
b.      tembusan las yang baik
c.       perpaduan dengan bahan dasar baik
d.      percikan teraknya halus.
2.2.      Bila busur terlalu panjang (L > D), maka timbul bagian-bagian yang berbentuk bola dari  cairan elekroda. Hasilnya :
a.       rigi-rigi las kasar
b.      tembusan las dangkal
c.       percikan teraknya kasar dan keluar  dari jalur las.
2.3.   Bila busur terlalu pendek, akan sukar memeliharanya, bisa terjadi pembeakuan ujung elektroda pada pengelasan. Hasilnya :
a.       rigi-rigi las tidak merata
b.      tembusan las tidak  baik
c.       percikan teraknya kasar dan berbentuk bola.
3.      Besar arus listrik
Besarnya arus listrik untuk pengelasan tergantung pada ukuran diameter dan macam-macam elektroda las.
Tabel Besar arus dalam ampere dan diameter (mm) 
4.      Elektroda
Elektroda baja lunak dan baja paduan tendah untuk las busur listrik menurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artinya :
a.       E, menyatakan elektroda busur listrik
b.      XX (dua angka setelah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan (lb/in2 )
c.       X (angka ketiga) menyatakan posisi pengelasan. Dimana angka 1 untuk pengelasan segala posisi dan angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan
d.      X (angka ke empat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok di pakai untuk pengelasan
Contoh : E 6013
Berarti kekuatan tarik minimum deposit las adalah 60.000 lb/in2 .
Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi.
Jenis selaput elktroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC
Tabel jenis selaput dan pemakaian arus
Angka Keempat
Jenis Selaput
Jenis Arus
0
1
2
3
4
5
6
7
Selulosa – Natrium
Selulosa – Kalium
Rutil – Natrium
Rutil – Kalium
Rutil – Serbuk Besi
Kalium – Hidrogen Rendah
Kalium – Hidrogen Rendah
Serbuk Besi – Oksida Besi
DC+
AC,DC+
AC,DC-
AC,DC+/-
AC,DC+/-
AC,DC+/-
AC,DC+/-
AC,DC+/-


Adapun macam - macam elektroda adalah sebagai berikut :
1.      Elektroda Baja Lunak
a.      E 6010 dan e 6011
Elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai untuk pengelesan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi dan terak yang tipis dapat dengan mudah dibersihkan.
b.      E 6012 dan E 6013
Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelasan tegak arah ke bawah. Jenis E 6012 umumnya dipaki pada ampere yang relative lebih tinggi dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih benyak Kalium memudahkan pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil kebanyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis.
c.       E 6020
Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan las sedang dan teraknya mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi dan mangan.
2.      Elektroda berselaput
Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm. Jenis- jenis selaput  fluksi pada elektroda  misalnya  selulosa,  kalsium karbonat  (Ca C03),  titanium  dioksida  (rutil),  kaolin,  kalium  oksida  mangan,  oksida  besi, serbuk besi, besi silikon, besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda, untuk tiap jenis elektroda. Tebal  selaput  elektroda  berkisar  antara  70%  sampai  50%  dari  diameter elektroda   tergantung   dari  jenis  selaput.  Pada  waktu  pengelasan,   selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar. Udara luar yang mengandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan membeku melapisi permukaan las yang masih panas.
3.      Elektroda untuk besi tuang
a.      Elektroda baja
Akan menghasilkan depodit las yang kuat sehingga tidak dapat dikerjakan lagi. Dipakai mesin las AC atau DC kutub terbalik
b.      Elektroda nikel
Hasil las bias dikerjakan lagi dengan mesin. Dipakai dalam segala posisi pengelasan. Rigi – rigi las yang dihasilkan rata dan halus.
c.       Elektroda perunggu
Hasil las tahan terhadap retak. Kawat inti dari elektroda yang dibuat dari perunggu fosfor dan di beri selaput yang menghasilkan busur stabil
d.      Elektroda untuk alumunium
Di las dengan elektroda yang dibuat dari logam yang sama. Elektroda aluminium  AWS-ASTM   AI-43  untuk  las  busur  listrik  adalah  dengan pasawat las DC kutub terbalik.
Dalam pemakaian elektroda terdapat beberapa macam gerakan elektroda antara lain :
1.      Gerakan arah turun sepanjang sumbu elektroda. Gerakan ini dilakukan untuk mengatur jarak busur listrik agar  tetap.
2.      Gerakan ayunan elektroda. Gerakan ini diperlukan untuk mengatur lebar jalur las yang dikehendaki.
Ayunan keatas menghasilkan alur las yang kecil, sedangkan ayunan kebawah menghasilkan jalur las yang lebar. Penembusan las pada ayunan keatas lebih dangkal daripada ayunan kehawah.
Ayunan segitiga dipakai pada jenis elektroda Hydrogen rendah untuk mendapatkan penembusan las yang baik diantara dua celah pelat.
Beberapa bentuk-bentuk ayunan diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Titik-titik pada ujung ayunan menyatakan agar gerakan las berhenti sejenak pada tempat tersebut untuk memberi kesempatan pada cairan las untuk mengisi celah sambungan.
a.       Alur spiral
b.      Alur zig zag
c.       Alur segitiga

Sedangkan posisi pengelasan adalah sebagai berikut :
a.      Posisi dibawah tangan
Kemiringan elektroda 10 derajat – 20 derajat terhadap garis vertical kearah jalan elektroda dan 70 derajat-80 derajat terhadap benda kerja.
b.      Posisi datar
Mengelas dengan horizontal biasa disebut juga mengelas merata dimana kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horizontal. Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring sekitar 5 derajat – 10 derajat terhadap garis vertical dan 70 derajat – 80 derajat kearah benda kerja
c.       Posisi tegak
Apabila dilakukan arah pengelasannya keatas atau ke bawah. Dengan kemiringan elektroda sekitar 10 derajat-15 derajat terhadapvertikal dan 70 derajat-85 derajat terhadap benda kerja.
d.      Posisi diatas kepala
Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5 derajat – 20 derajat terhadap garis vertical dan 75 derajat-85 derajat terhadap benda kerja.
e.       Posisi datar (1G)
Pada posisi ini sebaiknya menggunakan metode weaving yaitu zigzag dan setengah bulan Untuk jenis sambungan ini dapat dilakukan penetrasi pada kedua sisi, tetapi dapat juga dilakukan penetrasi pada satu sisi saja.Dapat diapplikasikan pada material pipa dengan jalan pipa diputar.
f.       Posisi horizontal (2G)
Pengelasan pipa 2G adalah pengelasan posisi horizontal, yaitu pipa pada posisi tegak dan pengelasan dilakukan secara horizontal mengelilingi pipa. posisi sudut electrode pengelasan pipa 2G yaitu 90º Panjang gerakan electrode antara 1-2 kali diameter elektrode. Panjang busur diusahakan sependek mungkin yaitu ½ kali diameter elektrode las. Untuk pengelasan pengisian dilakukan dengan gerakan melingkar dan diusahakan dapat membakar dengan baik pada kedua sisi kampuh agar tidak terjadi cacat.
g.      Posisi vertical (3G)
Pengelasan  posisi 3G dilakukan pada material plate. Posisi 3G ini dilaksanakan pada plate dan elektrode vertikal. Kesulitan pengelasan ini hampir sama dengan posisi   2G   akibat   gaya  gravitasi cairan elektrode las akan selalu kebawah.
h.      Posisi horizontal pipa (5G)
Posisi pengelasan 5G dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Pengelasan naik
Dilakukan pada pipa yang mempunyai dinding tebal karena membutuhkan panas tinggi. Pengelasan arah naik kecepatannya lebih rendah dibandingkan pengelasan dengan aah turun sehingga panas masukan tiap satuan luas lebih tinggi. Posisi pengelasan 5G pipa diletakkan  pada posisi horizontal tetap dan pengelasan dilakukan mengelilingi pipa tersebut.
2.      Pengelasan turun
Biasanya dilakukan pada pipa yang tipis dan pipa saluran minyak serta gas bumi. Alas an penggunaan las turun lebih cepat dan lebih ekonomis
i.        Pengelasan posisi fillet
Pengelasan fillet juga disebut sambungan T joint pada posisi cairan las di berikan pada posisi menyudut. Posisi sambungan ini termasuk posisi sambungan yang relative mudah, namun hal yang perlu diperhatikan pada sambungan ini adalah kemiringan elektroda, gerakan ayunan tergantung pada kondisi atau kebiasaan operator las.

I.       Perlengkapan Keselamatan Kerja
1.      Helm las
Gunanya untuk melindungi kulit muka dan mata dari sinar las (ultra violet dan infra merah). Sinar las yang terang itu tidak boleh dilihat dengan mata langsung sampai jarak 15 meter.Kaca dari helem las atau topeng las adalah khusus yang dapat mengurangi sinar las tersebut. Dan melindungi kaca khusus tersebut dari percikan las, dipakailah kaca kaca bening pada bagian luarnya.
2.      Sarung tangan
Dibuat dari kulit atau asbes lunak. Untuk memudahkan memegang pemegang elektroda. Pada waktu mengelas, sarung tangan ini selalu harus dipakai.
3.      Sepatu las
Berguna untuk melindungi kaki dari semburan bunga api. Jika tidak ada sepatu las, pakailah sepatu biasa yang rapat, jangan sampai mudah kemasukan percikan bunga api.

4.      Kamar las
Kamar las dibuat dari bahan tahan api. Kamar las penting, yaitu agar orang yang ada di sekitar tidak terganggu oleh bahaya las. Untuk mengeluarkan gas, sebaiknya kamar las dilengkapi dengan sistem ventilasi. Kamaar las dilengkapi dengan meja las yang bebas dari bahaya kebakaran. Di sekitar kamar las ditempatkan alat pemadam kebakaran dan pasir.

5.      Jaket las
Jaket pelindung badan+tangan yang tebuat dari kulit/asbes

J.      Bahan Bakar Las Gas
1.      Asetilin ( C2H2 )
Asetilena (Nama sistematis: etuna) adalah suatu hidrokarbon yang tergolong kepada alkuna, dengan rumus C2H2. Asetilena merupakan alkuna yang paling sederhana, karena hanya terdiri dari dua atom karbon dan dua atom hidrogen. Pada asetilena, kedua karbon terikat melalui ikatan rangkap tiga, dan masing-masing atom karbon memiliki hibridisasi orbital sp untuk ikatan sigma. Hal ini menyebabkan keempat atom pada asetilena terletak pada satu garis lurus, dengan sudut C-C-H sebesar 180°.

2.      Propan
Propana adalah senyawa alkana tiga karbon (C3H8) yang berwujud gas dalam keadaan normal, tapi dapat dikompresi menjadi cairan yang mudah dipindahkan dalam kontainer yang tidak mahal. Senyawa ini diturunkan dari produk petroleumlain pada pemrosesan minyak bumi atau gas alam. Propana umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin, barbeque (pemanggang), dan di rumah-rumah.

K.    Pengelasan Oksi – Asitelin
Pengelasan oksi-asetilen merupakan proses pengelasan lebur dengan menggunakan nyala api temperatur tinggi yang diperoleh dari hasil pembakaran gas asetilen dengan oksigen.  Nyala api diarahkan oleh ujung pembakar (welding torch tip). Pengelasan dapat dilakukan dengan atau tanpa logam pengisi, dan tekanan kadang-kadang digunakan untuk menyatukan kedua permukaan benda kerja yang akan disambung.
Bila digunakan logam pengisi, maka komposisi logam pengisi harus sama dengan komposisi logam dasar. Logam pengisi sering dilapisi dengan fluks, untuk membantu membersihkan permukaan dan melindungi las-an agar tidak terjadi oksidasi. Nyala api dalam pengelasan oksi-asetilen dihasilkan oleh reaksi kimia asetilen (C2H2) dan oksigen (O2) dalam dua tahapan.
Tahapan pertama ditentukan oleh reaksi :
         C2H2 + O2             2CO + H2 + panas
Hasil reaksi tersebut mudah terbakar, sehingga menyebabkan reaksi yang tahapan kedua :
                        2CO + H2 + 1,5O2             2CO2 + H2O + panas
Dua tahapan pembakaran dapat dilihat dalam emisi nyala api oksi-asetilen yang keluar dari ujung pembakar. Bila campuran oksigen dan asetilen 1 : 1, seperti yang dijelaskan pada formula reaksi kimia di atas, nyala api yang dihasilkan dikenal sebagai nyala netral.
Reaksi kimia tahap pertama terlihat sebagai kerucut dalam nyala api (berwarna putih bersinar), sedang reaksi tahap kedua terlihat sebagai kerucut luar yang membungkus kerucut dalam (hampir tanpa warna tetapi sedikit warna antara biru dan jingga). Suhu tertinggi dicapai pada nyala api ujung kerucut dalam, dan suhu tahap kedua suhunya di bawah ujung dalam tersebut. Selama pengelasan berlangsung, kerucut luar menyebar dan menutup permukaan benda kerja yang akan disambung, dan melindungi las-an dari pengaruh atmosfer sekelilingnya.
Cara kerja generator asetilen sistem lempar atau celup sederhana seperti berikut :
Karbit yang dicelupkan dalam air yang ditampung. Gas asetilen yang terjadi bergerak naik, gas yang terjadi berkumpul dalam ruang gas terus kekunci air, dari kunci air tersebut gas siap digunakan.
Cara kerja generator asetilen sistem tetes kebalikan dari generator asetilen sistem celup, seperti pada gambar. Generator asetilen jenis ini air diteteskan kepermukaan karbit yang terletak pada laci didalam rotor, gas asetilen yang terbentuk kemudian masuk keruang gas, dari ruang gas masuk kekunci air dan siap digunakan. Generator asetilen harus mendapatkan perawatan dan perhatian yang khusus karena sistem ini menghasilkan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau tetapi mudah terbakar dan mempunyai sifat racun bila dihirup dalam jumlah yang banyak sehingga harus disimpan dengan baik .
Pada nyala gas oksi-asetilen bisa diperoleh 3 jenis nyala yaitu
a.       Nyala netral
Perbandingan antara gas asetilen dan oksigen seimbang yaitu 1:1,2. Pada nyala terdapat 2 bagian yaitu : nyala inti dan nyala luar.
b.      Nyala karburasi
Nyala ini adalah nyala kelebihan asetilen. Bila kita perhatikan dalam penyalaan ada 3 bagian yaitu nyala inti,
nyala ekor minimal 1¼ x nyala netral dan nyala luar. Ujung nyala inti berbentuk tumpul dan berwarna biru.
c.       Nyala oksidasi
Nyala oksidasi adalah nyala kelebihan oksigen, nyala ini terdiri dari 2 bagian, yaitu nyala inti dan nyala luar

L.     Peralatan Las Oksi – Asitelin
1.      Tabung gas
Berfungsi menampung gas atau gas cair. Ukuran tabung ini dibuat berbeda karena disesuaikan dengan kapasitas daya tampung gas dan juga jenis gas yang ditampung. Untuk membedakan isi dari tabung gas dapat di lihat dari kode warna yang ada pada tabung.
2.      Katup tabung
Pengatur keluarnya gas dari dalam tabung. Pada tabgung gas oksigen, katup biasanya dibuat dari material kuningan. Sedangkan untuk tabung gas asitelin, katup terbuat dari material baja.
3.      Regulator
Regulator  atau  lebih  tepat  dikatakan Katup Penutun  Tekan,  dipasang  pada katub tabung dengan tujuan untuk mengurangi  atau  menurunkan  tekann hingga mencapai tekana kerja torch. Regulator ini juga berperan untuk mempertahankan besarnya tekanan kerja selama proses pengelasan atau pemotongan.

4.      Selang gas
Untuk mengalirkan gas yang keluar dari tabung menuju torch. Untuk memenuhi persyaratan keamanan, selang harus mampu menahan tekan kerjadan tidak mudah bocor. Berikut ini diperlihatkan table yang berisi informasi tentang perbedaan warna untuk membedakan jenis gas yang mengalir dalam selang.
Jenis gas
Kode warna
Contoh
Oksigen
Biru
Oksigen
Gas bahan bakar
Merah
Asitelin
Gas cair
Jingga
Propane (LPG)
Gas tak mudah terbakar
Hitam
Udara bertekanan

5.      Torch (pembakar)
Torch memiliki dua fungsi yaitu :
a.       Sebagai pencampur gas oksigen dan gas bahan bakar
b.      Sebagai pembentuk nyala api di ujung nosel

6.      Pematik las
Berfungsi meyalakan api las
7.      Tip cleaner
Alat ini berfungsi untuk membersihkan lubang mulut pembakar.
M.   Penyalaan Api, Pengelasan, dan Mematikan Api Las
Sebelum menyalakan api brander yang digunakan untuk mengelas, maka prosedur yang harus ditempuh adalah:
1.      Memeriksa semua alat-alat perlengkapan terpasang dengan baik.
2.      Memeriksa regulator.
3.      Membuka ulir pengatur regulator berlawanan dengan arah jarum jam agar tidak terjadi kejutan tekanan setelah gas dari tabung dibuka yang akan merusakkan diafragma regulator.
4.      Berdirilah pada sisi lain regulator ketika membuka katup gas pada tabung agar tidak dikenai kemungkinan bocoran dari regulator yang membahayakan diri.
5.      Secara perlahan bukalah katup tabung silinder asetilin antara ¼ sampai ½ putaran dengan arah berlawanan jarum jam. Gunakan kunci khusus untuk ini dan tetap biarkan kunci yang bersangkutan terpasang pada katup ini agar jika terjadi nyala api balik, tabung asetilin akan dengan cepat dapat ditutup. Atur tekanan kerja gas asetilin dengan memutar ulir pengatur tekanan kerja searah dengan putaran jarum jam. Pada saat pengaturan ini katup asetilin pada brander harus dibuka satu putaran agar dapat ditentukan tekanan kerja yang sebenarnya. Pengaturan tekanan ini akan bergantung dari besar kecilnya brander yang digunakan disesuaikan dengan ketebalan benda kerja yang akan dilas.
6.      Bukalah katup gas oksigen dengan perlahan agar tidak merusak diafragma regulator. Atur tekanan kerja dengan memutar ulir pengatur tekanan kerja searah dengan jarum jam. Pada saat pengaturan ini katup oksigen pada brander harus dibuka satu putaran agar dapat ditentukan tekanan kerja yang sebenarnya. Pengaturan tekanan ini akan bergantung dari besar kecilnya brander yang digunakan disesuaikan dengan ketebalan benda kerja yang akan dilas.

1.       Prosedur penyalaan api las
      Untuk menyalakan api las perlu ditempuh prosedur sebagai berikut:
1.      Membuka katup pengatur asetilin tidak lebih dari 1/16 putaran dan nyalakan dengan korek api las.
2.      Memutar katup lebih lebar lagi sampai nyala api meloncat dari ujung brander sekitar 1/16 inchi. Posisi ini menunjukkan bahwa konsumsi gas yang digunakan sudah cukup untuk mengelas. Putar sebaliknya sampai didapatkan nyala api pada ujung brander. Cara lain yang dapat ditempuh untuk menentukan jumlah asetilin  yang sesuai adalah dengan menyetel nyala api sampai didapatkan nyala dengan jarak aliran turbulen  sekitar ¾ sampai 1 inchi dari ujung brander. Setelah didapatkan nyala ini, api kemudian diperkecil sampai tidak berjelaga.
3.      Setelah pengaturan asetilin ini, katup gas oksigen secara perlahan dibuka yang akan diikuti dengan munculnya kerucut nyala inti yang terang pada ujung brander. Pada pembukaan katup yang pertama dengan kondisi sedikit oksigen, akan didapat nyala karburasi dimana kerucut inti akan diikuti dengan kerucut tengah. Pada pembukaan katup oksigen yang lebih lebar nyala kerucut tengah ini akan hilang. Pada posisi tepat dimana kerucut tengah ini hilang, nyala api yang terjadi disebut nyala netral dengan nyala kerucut inti yang terang. Penambahan pembukaan katup yang lebih lebar akan menciptakan nyala api oksidasi dengan nyala inti yang kusam. Dalam banyak hal pengelasan, nyala api netral yang paling sering digunakan untuk mengelas. Pada las aluminium dan brazing nyala api sedikit karburasi yang sering digunakan.
2.      Prosedur pengelasan
Untuk dapat mengelas dengan baik dibutuhkan 3 prasyarat utama yang harus dipenuhi  meliputi mampu menyetel nyala api brander dengan baik, mampu menempatkan posisi brander dengan baik berikut pola mengayunnya, mampu memanasi logam dan menciptakan kawah las yang baik untuk penyambungan baik dengan memakai filler metal atau tidak. Penempatan brander biasanya terletak tegak lurus dengan sisi kanan kiri logam yang disambung dan membentuk sudut antara 300 – 400 dengan arah jalur yang akan dibuat. Sedangkan jarak kerucut inti dengan logam yang akan disambung sekitar 1,6 mm – 3,2 mm. Menciptakan kawah las  merupakan syarat utama untuk menghasilkan pengelasan yang sempurna. Karena kawah las ini akan memberitahu tentang penetrasi las yang diharapkan, kesesuaian penyetelan nyala api berkaitan dengan panas yang diperlukan, bagaimana dan kapan brander perlu digeser, serta kapan dan bagaimana filler metal perlu ditambahkan.
3.      Prosedur mematikan api las
Jika akan meninggalkan lokasi untuk beberapa menit atau selesai mengelas, proses untuk mematikan api las dimulai dengan menutup katup asetilin terlebih dahulu baru diikuti dengan katup oksigen. Tetapi jika ingin meninggalkan lokasi untuk waktu yang lama atau alat sudah tidak digunakan lagi, prosedur mematikan api las dimulai pertama kali dengan menutup katup asetilin yang dilanjutkan dengan katup oksigen pada brander. kemudian tutup katup tabung asetilin dan oksigen rapat-rapat. Buka kembali katup asetilin dan oksigen pada brander untuk membuang semua sisa gas yang ada pada saluran gas. Kendorkan ulir pengatur tekanan kerja pada regulator. Jangan mengendorkan sebelum sisa gas ini dibuang karena sisa gas akan tetap ada pada regulator.

N.    Teknik Pengelasan
1.      Posisi pengelasan di bawah tangan
proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar  (brander) terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara 30° - 40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan jarak 2 – 3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan. Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.
2.      Posisi pengelasan datar
Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.
3.      Posisi pengelasan tegak
Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat
sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°

4.      Posisi pengelasan diatas kepala
Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°.
5.      Posisi pengelasan dengan arah ke kiri (maju)
Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas.
6.      Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur)
Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas
7.      Operasi Branzing ( Flame Brazing )
Yang dimaksud dengan branzing disini ada lah proses penyambunngan tanpa mencairkan logam induk yang disambung, hanya logam pengisi saja. Misalnya saja proses penyambungan pelat baja yang menggunakan kawat las dari  kuningan. Ingat bahwa titik cair Baja ( ± 1550 °C) lebih tinggi dari kuningan (sekitar 1080°C). dengan perbedaan titik car itu, proses branzing, akan lebih mudah dilaksanakan daripada proses pengelasan.
8.      Operasi Pemotongan Logam ( Flame Cut )
Kasus pemotongan logam sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Proses penggergajian (sewing) dan menggunting (shearing) merupakan contoh dari proses pemotongan logam dan lembaran logam. Proses menggunting hanya cocok diterapkan pada lembaran logam yang ketebalannya tipis. Proses penggergajian dapat diterapkan pada pelat yang lebih tebal tetapi memerlukan waktu pemotongan yang lebih lama. Untuk dapat memotong pelat tebal denngan waktu lebih singkat dari cara gergaji maka digunakan las gas ini dengan peralatan khusus misalnya mengganti torchnya ( dibengkel-bengkel menyebutnya brender ).  Pemotongan pelat logam dengan nyala api ini dilakukan dengan memberikan suplai gas Oksigen berlebih. Pemberian  gas Oksigen lebih, dapat diatur pada torch yang memang dibuat untuk keperluan memotong.
9.      Operasi Perluasan ( Flame Gauging )
Operasi perluasan dan pencukilan ini biasanya diterapkan pada produk/komponen logam yang terdapat cacat/retak permukaannya. Retak/cacat tadi sebelum ditambal kembali dengan pengelasan, terlebih dahulu dicukil atau diperluas untuk tujuan menghilangkan retak itu. Setelah retak dihilangkan barulah kemudian alur hasil pencungkilan tadi diisi kembali dengan logam las.
10.  Operasi Pelurusan ( Flame Straightening )
Operasi pelurusan dilaksanakan dengan memberikan panas pada komponen dengan bentuk pola pemanasan tertentu. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan prinsip dasar pemuaian dan pengkerutan pada suatu logam batang. Batang lurus dipanaskan dengan pola pemanasan segitiga. Logam cenderung memuai pada saat dipanaskan. Daerah pemanasan tersebut menghasilkan pemuaian yang besar. Logam mengkerut pasa saat didinginkan. Daerah pemanasan terbesar.





O.    Cacat Las
1.      Undercut
Undercut atau tarik las terjadi pada bahan dasar, atau penembusan pengelasan tidak terisi oleh cairan las, akan mengakibatkan retak.
Cara pencegahan :
a.       kurangi tekanan gas
b.       kecepatan pengelasan diperlambat, maka cairan las dapat mengisi dengan lengkap pada daerah luar bahan dasar
c.        periksa sudut brander maupun bahan tambah saat pengelasan.





2.      Incomplete Fusion
Incomplete Fusion terjadi ketika cairan las tidak bersenyawa dengan bahan dasar atau lapisan penegelasan sebelumnya dengan lapisan yang baru dilas.
Cara pencegahan :
a.        naikkan tekanan gas
b.       kecepatan pengelasan diperlambat,
c.        periksa sudut brander maupun bahan tambah saat pengelasan.
d.       Lebarkan celah atau rootgap
3.      Overlaping
Overlaping adalah tonjolan cairan las yang keluar melebihi bibir kampuh.
Cara pencegahan :
a.        kecepatan pengelasan dipercepat
b.       pergunakan sudut brander maupun bahan tambah yang benar saat pengelasan.
c.        Naikkan tekanan gas
4.      Crater
Crater atau kawat pengelasan adalah bagian yang dangkal pada permukaan las ketika pengelasan berhenti disebabkan oleh cairan las yang membeku setelah pengelasan berhenti, dapat menyebabkan retak bahkan sampai ke bahan dasar.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan memberikan waktu pengelasan yang agak lama pada daerah tersebut sebelum mengakhiri pengelasan.

P.     Kelebihan dan Kelemahan Mesin Las Listrik
1.      Mesin SAW
1.1. Kelebihan mesin SAW
a.       Sambungan dapat dipersiapkan dengan alur V yang dangkal, sehingga tidak terlalu banyak memerlukan logam pengisi, bahkan sering tidak diperlukan alur.
b.      Karena proses terjadi di bawah timbunan flux, maka tidak ada percikan logam (spatter) dan sinar busur yang keluar
c.        Kecepatan pengelasan tinggi, baik untuk pengelasan pelat datar, silinder maupun pipa, bahkan baik sekali untk pendepositan/pelapisan permukaan (surfacing)
d.      Flux yang bekerja sebagai pembersih dan deoksidator untuk menghilangkan kontaminan yang tidak diinginkan berada pada kawah las cair, dan dapat menghasilkan las yang baik . Jika diinginkan flux dapat dipakai sebagai penambah unsur paduan pada las.
e.      Pada pengelasan baja karbon rendah dapat dipergunakan elektroda yang tidak mahal, yang biasanya dilapisi dengan tembaga tipis agar tidak berkarat dalam penyimpanan.
f.        Pengelasan dapat dilakukan pada tempat terbuka, dengan tiupan angin yang kencang,
g.       Dapat dihasilkan las dengan rendah hidrogen.
1.2. Kekurangan mesin SAW
a.       Proses sedikit rumit, karena selain diperlukan flux dan penahan flux, juga diperlukan “fixtures” lainnya, dan penahan cairan.
b.      Flux dapat mengkontaminasi, yang dapat menyebabkan terjadinya ketaksempurnaan.
c.       Untuk dapat menghasilkan lasan yang baik logam induk harus homogen, dan bebas dari scale maupun kontaminan-kontaminan lainnya.
d.      Untuk pengelasan berlapis banyak, yang memerlukan pembersihan terak yang baik sering mengalami kesulitan.
e.       Bahan induk dengan ketebalan kurang dari 5 mm sulit dilas dengan proses ini, walaupun dengan menggunakan backing.
f.       Posisi pengelasan yang dapat dilakukanmasih terbatas pada posisi datar dan horizontal.
2.      Mesin las SMAW
2.1. Kelebihan SMAW
a.    Sederhana dan mudah dalam mengangkut peralatan dan perlengkapannya
b.    Mempunyai aplikasi luas mulai dari refinery piping hingga pipelines, dan bahkan untuk pengelasan di bawah laut guna memperbaiki struktur anjungan lepas pantai.
c.    Dilakukan pada berbagai posisi atau lokasi yang bisa dijangkau dengan sebatang elektroda.
d.    Sambungan-sambungan pada daerah dimana pandangan mata terbatas masih bisa di las dengan cara membengkokkan elektroda.
e.    Digunakan untuk mengelas berbagai macam logam ferrous dan non ferrous, termasuk baja carbon dan baja paduan rendah, stainless steel, paduan-paduan nikel, cast iron, dan beberapa paduan tembaga.
2.2. Kekurangan SMAW
a.    Panjang elektroda tetap dan pengelasan mesti dihentikan setelah sebatang elektroda terbakar habis.
b.    Puntung elektroda yang tersisa terbuang, dan waktu juga terbuang untuk mengganti–ganti elektroda.
c.    Slag atau terak yang terbentuk harus dihilangkan dari lapisan las sebelum lapisan berikutnya didepositkan. Langkah-langkah ini mengurangi efisiensi pengelasan hingga sekitar 50 %.
d.    Asap dan gas yang terbentuk merupakan masalah, sehingga diperlukan ventilasi memadai pada pengelasan di dalam ruang tertutup.
e.    Pandangan mata pada kawah las agak terhalang oleh slag pelindung dan asap yang menutupi endapan logam.
f.     Dibutuhkan juru las yang sangat terampil untuk dapat menghasilkan pengelasan berkualitas apabila mengelas pipa atau plat hanya dari arah satu sisi.
3.      Mesin las TIG
3.1. Kelebihan TIG
a.    Menghasilkan pengelasan bermutu tinggi pada bahan-bahan ferrous dan non ferrous.
b.    Bisa digunakan untuk membuat root pass bermutu tinggi dari arah satu sisi pada berbagai jenis bahan. Oleh karena itu digunakan secara luas pada pengelasan pipa, dengan batasan arus mulai dari 5 hingga 300 amp, menghasilkan kemampuan lebih besar untuk mengatasi masalah pada posisi sambungan yang berubah-ubah seperti celah akar.
c.    Kecepatan gerak yang lebih rendah dibandingkan dengan SMAW akan memudahkan pengamatan sehingga lebih mudah dalam mengendalikan logam las selama pengisian dan penyatuan.
3.2. Kelemahan TIG
a.    Laju pengisian lebih rendah dibandingkan dengan proses las lain umpamanya SMAW.
b.    GTAW butuh kontrol kelurusan sambungan yang lebih ketat, untuk menghasilkan pengelasan bermutu tinggi pada pengelasan dari arah satu sisi.
c.    Butuh kebersihan sambungan yang lebih baik untuk menghilangkan minyak, grease, karat, dan kotoran-kotoran lain agar terhindar dari porosity dan cacat-cacat las lain.
d.    Harus dilindungi secara berhati-hati dari kecepatan udara di atas 5 mph untuk mempertahankan perlindungan inert gas di atas kawah las.

Q.    Kelebihan dan Kelemahan Las Gas Asetilin
1.      Kelebihan
a.    Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan minimal/sedikit.
b.    Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik pengelasanyang tinggi sehingga mudah untuk dipelajari.
c.    Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau dibengkel-bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana
d.    Alat ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan.
2.      Kelemahan
a.       Nyala api pembakaran tidak stabil
b.      Rawan terjadi kebocoran pada tabung
c.       Hanya digunakan beberapa jenis logam dan dengan ketebalan tertentu.

R.    Cara Menguji Hasil Las
1.      Vacum testing
Bertujuan untuk mengidentifikasi retak (crack) dan kebocoran pada sambungan las.
Alat – alat yang digunakan :
ü  Cairan dan peralatan test
ü  Air sabun
ü  Mesin Compressor
ü  Kotak Vacuum Test
ü  Urutan kerja
Cara menguji :
a.       Menggunakan air sabun pada permukaan yang akan di uji
b.      Menggunakan kotak Vacuum test dan buka katup yang menghubungkan kotak   vacuum test dengan mesin compressor. Tekanan yang digunakan . tuntuk proses ini paling sedikit 2 (dua) PSI
c.       Jika terdapat crack atau kebocoran, maka pada sisi berlawanan dari permukaan sambungan yang diuji akan terjadi gelembung udara
d.      Jika hal tersebut tidak terjadi, ini menandai sambungan las dalam kondisi yang baik


2.      Water filling test
2.1.      Tahap pertama
Tanki diisi dengan air sebanyak 25% dari kapasitas penuhnya. Cek kebocorannya secara visual didaerah pengelasan dan nozzle-nozzlenya. Bilamana tidak terjadi kebocoran, maka selanjutnya dicek leveling (toleransi kemiringan max. H/200, dimana H=Ketinggian tanki)
2.2.      Tahap kedua
Tanki diisi 50% dari kapasitas penuhnya dan dicek sesuai tahap pertama. Cek kebocoran pada dinding-dinding pada level 50%, bila ada kebocoran maka pengisian air sementara distop dulu untuk dilakukan perbaikan.
2.3.      Tahap ketiga
Tanki diisi 75% dari kapasitas penuhnya dan dicek sesaui  tahap pertama. Cek kebocoran pada dinding-dinding pada level 75%, bila ada kebocoran maka pengisian air sementara distop dulu untuk dilakukan perbaikan.
2.4.      Tahap keempat
Tanki diisi 100% dari kapasitas penuhnya dan dicek sesuai tahap pertama. Bila tanki sudah penuh dan sudah sesuai dengan level max. 100%, maka air didiamkan dalam tanki selama 3 x 24 jam, dan bila sudah mencapai 72 jam selanjutnya air dikeluarkan (Dewatering) dengan perlahan-lahan dengan posisi manhole atas tetap selalu dibuka.
Bilamana terjadi kebocoran maka harus diperbaiki terlebih dahulu lalu dilanjutkanmTahap pengisian dapat dilaksanakan 2(dua) atau 1(satu) tahap saja, tergantung dari kapasitas tanki atau sesuai persetujuan pihak Inspector (Owner), pengecekan dilaksanakan tahap demi tahap sesuai kebutuhan atau kapasitas tanki dan disusun laporannya.
2.5.      Tahap kelima
Bila air didalam tanki sudah habis keluar semua, maka dilanjutkan dengan permerbsihan dinding-dinding dan bottom tanki dengan air tawar agar dinding dan plat bottom tidak berkarat dan tidak kotor. Setelah dinding & bottom sudah bersih maka dapat dilakukan inspeksi dengan Inspector (Owner)
2.6.   Tahap akhir
Pemasangan manhole pada bagian dinding bawah dengan menggunakan gasket permanen

3.      Dye Penetran Test
Dye Penetran Test dilakukan pada sambungan las – lasan dari nozzle neck ke flange dan nozzle neck ke reinforcement. Dye Penetran Test dimaksudkan untuk mengindentifikasi retak (crack) dan kebocoran pada sambungan las tersebut.
Cairan kimia digunakan adalah sebagai berikut :
a.       Cleaner (Remover)
b.      Penetran (Berwarna merah)
c.       Developer (Berwarna putih)
Langkah kerja :
1.      Persiapan:
a.       Membersihkan permukaan dengan menggunakan cleaner
b.      Mengeringkan dengan lap bersih atau biarkan sampai kering
2.      Pengujian
a.       menggunakan cairan penetran pada permukaan yang akan diuji dan biarkan 2 (dua) sampai 30 (tiga puluh) menit sebelum dibersihkan
b.      Jika terjadi crack ataupun kebocoran pada sambungan las tersebut, maka cairan penetran akan masuk mengisinya
c.       Setelah bersih dan kering, gunakan cairan developer pada permukaan yang di uji tersebut dan akan memberi tanda-tanda berikut :
·         Jika cairan penetran (merah) terlihat menembus cairan developer (putih), itu menandakan terjadi crack atau kebocoran pada sambungan las tersebut, perbaikan harus dilakukan dan sambungan tersebut harus diperiksa dan diuji kembali kemudian.
·         Jika tidak terjadi tembusan pada cairan developer (putih), itu menandakan sambungan las dalam kondisi yang baik.

S.      Pengelasan Bawah Air
Teknologi pengelasan basah bawah air (Underwater Welding) adalah pengelasan yang dilakukan di bawah air, umumnya laut.  sering sekali digunakan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada badan kapal dan perbaikan struktur kapal, konstruksi pipa air, konstruksi pipa minyak dan gas, konstruksi jembatan di atas air maupun konstruksi rig atau pengeboran lepas pantai, bangunan lepas pantai serta konstruksi lainnya yang terendam air.
 Pada pelaksanaannya, pengelasan di permukaan air masih merupakan prioritas utama sedangkan pengelasan ( LAS ) bawah air adalah alternatif lain yang dipilih bilamana tidak memungkinkan untuk dikerjakan di permukaan air. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari teknik las dalam air ini, diantaranya adalah biaya yang relatif lebih murah dan persiapan yang dibutuhkan jauh lebih singkat dibanding dengan teknik yang lain.
1.      Kendala pada Underwater Welding
a.       Class, baik DNV atau LR belum menerima teknik ini untuk perbaikan yang sifatnya permanen. Terdapat weld defects yang hampir selalu menyertai (porosity, lack of fusion, cracking) yang memberatkan teknik pengelasan ini untuk tujuan-tujuan perbaikan permanen.
b.      Yang bisa diperoleh dari teknik ini adalah baru Class B. Hasil seperti ini hanya bisa diterima kalau tujuan pengelasan hanya untuk aplikasi yang kurang penting/kritis dimana ductility yang lebih rendah, porosity yang lebih banyak, discontinuities yang relatif lebih banyak masih bisa diterima.
c.       Tingginya resiko hydrogen cracking di area HAZ terutama untuk material yang mempunyai kadar karbon equivalent lebih tinggi dari 0.4%. Terutama di Laut Utara, struktur lepas pantainya biasa menggunakan material ini.
d.      Berdasarkan pengalaman yang ada di industri, teknik pengelasan ini hanya dilakukan sampai kedalam yang tidak lebih dari 30 meter.
e.       Kinerja proses shieldedmetal arc (SMA) dari elektroda ferritic memburuk dengan bertambahnya kedalam. Produsen elektroda komersial juga membatasai penggunaannya sampai kedalaman 100 meter saja.
f.       Sifat hasil pengelasan juga memburuk dengan bertambahnya kedalaman, teruatama ductility dan toughness (charpy impact).
g.      Karena kontak langsung dengan air, maka air di sekitar area pengelasan menjadi mendidih dan terionisasi menjadi gas oksigen dan hidrogen. Sebagian gas ini melebur ke area HAZ tapi sebagian besar lainnya akan mengalir ke udara. Bila aliran ini tertahan, maka akan terjadi resiko ledakan yang biasanya membahayakan penyelam.

2.      Pemecahan kendala
a.       Hydrogen cracking dan hardness di area HAZ bisa diminimalisasi atau dihindari dengan penerapan teknik multiple temper bead (MTB). Konsep dari teknik ini adalah dengan mengontrol rasio panas (heat input) diantara lapisan-lapisan bead pengelasan. Untuk mengontrol panas ini, ukuran bead pada lapisan pengelasan pertama harus 'disesuaikan' sehingga penetrasi minimum ke material bisa didapat. Begitu juga untuk lapisan yang kedua dan seterusnya. ada tiga parameter yang mempengaruhi kualitas pengelasan dalam penerapan MTB ini, yaitu : jarak antara temper bead, rentang waktu pengelasan dan heat input.
b.      Teknik buttering juga bisa digunakan terutama untuk material dengan CE lebih dari 0.4%. Elektroda butter yang digunakanbisa elektroda yang punya oxidizing agent atau elektroda thermit.
c.       Pemakain elektroda dengan oxidizing agent, agent ini akan menyerap kembali gas hidrogen atau oksigen yang terserap di haz
d.      Pemakaian thermit elektroda juga bisa digunakan.Elektroda jenis ini akan memproduksi panas yang tinggidan pemberian material las (weld metal) yang sedikit sehingga mengurangi kecepatan pendinginan dari hasil pengelasan oleh suhu di sekitarnya sehingga terjadi semacam proses post welding heat treatment.
e.       Elektroda berbasis nickel bisa menahan hidrogen untuk tidak berdifusi ke area HAZ. hanya sayangnya hardness di area HAZ masih tinggi dan kualitas pengelasan hanya baik untuk kedalaman sampai 10 meter.

T.     Metode Pengelasan Bawah Air
Metode perbaikan akan dibutuhkan seperti pengelasan bawah air (underwater welding). Dua kategori utama pada teknik pengelasan di dalam air adalah pengelasan basah (Wet Underwater welding) dan pengelasan kering (Dry Underwater Welding).
1.      Metode Pengelasan Basah (Wet Underwater Welding)
Dimana proses pengelasan ini berlangsung dalam keadaan basah dalam arti bahwa elektrode maupun benda berhubungan langsung dengan air. Applikasi pengelasan sampai kedalaman 150 m. Metode pengelasan memberikan hasil yang kurang memuaskan, disamping memerlukan welder yang memiliki keahlian menyelam yang tangguh dan memerlukan pakaian khusus untuk selam, gelembung gas yang terjadi selama proses pengelasan akan sangat mengganggu pengamatan welder tersebut. Adapun proses pengelasan yang dipakai :
1.1.      Shielded metal arc welding (SMAW)
Proses pengelasan dengan mencairkan material dasar yang menggunakan panas dari listrik antara penutup metal (elektroda). SMAW merupakan pekerjaan manual dengan peralatan meliputi power source, kabel elektroda, kabel kerja (work cable), electrode holder, work clamp, dan elektroda. Elektroda dan system kerja adalah bagian dari rangkaian listrik.
1.2.      Flux cored arc welding (FCAW)
Las busur listrik fluk inti tengah / pelindung inti tengah. FCAW merupakan kombinasi antara proses SMAW, GMAW dan SAW. Sumber energi pengelasan yaitu dengan menggunakan arus listrik AC atau DC dari pembangkit listrik atau melalui trafo dan atau rectifier. FCAW adalah salah satu jenis las listrik yang memasok filler elektroda secara mekanis terus ke dalam busur listrik yang terbentuk di antara ujung filler elektroda dan metal induk.

2.      Metode Pengelasan Kering (Dry Underwater Welding)
Metode pengelasan ini tidak berbeda dengan pengelasan pada udara terbuka. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan suatu peralatan yang bertekanan tinggi yang biasa disebut dengan Dry Hyperbaric Weld Chamber, dimana alat ini secara otomatis didesain kedap air seperti layak desain kapal selam. Applikasi pengelasan sampai kedalaman 150 m kebawah. Seorang welder /diver sebelum menjalankan tugas ini tidak boleh langsung terjun pada kedalaman yang dituju, tetapi harus menyesuaikan terlebih dahulu step by step tekanan yang terjadi pada kedalaman tertentu sampai dapat menyesuaikan tekanan yang terjadi pada kedalaman yang dituju, otomatis untuk pengelasan 1 joint bisa memakan waktu yang cukup lama.


BAB II
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Klasifikasi mesin las
1.1.      Berdasarkan Panas Listrik
a.       SMAW (Shield Metal Arch Welding)
b.      SAW (Submerged Arch Welding)
c.       ESW (Electro Slag Welding)
d.      SW (Stud Welding)
e.       ERW (Electric Resistant Welding)
f.       EBW (Electron Beam Welding)
1.2.      Berdasarkan Panas Listrik dan Gas
a.       GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari  MIG (Metal Active Gas) dan MAG (Metal Inert Gas)
b.      GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas) FCAW (Flux Cored Arch Welding)
c.       PAW (Plasma Arch Welding)
1.3.      Berdasarkan Panas Yang Dihasilkan Campuran Gas
a.       OAW (Oxigen Acetylene Welding)
1.4.      Berdasarkan Ledakan dan reaksi isotermis
a.       EXW (Explosion Welding)
2.      Las busur listrik atau pada umumnya disebut las listrik termasuk suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas.
3.      Las Oksi asetilin adalah pengelasan yang dilaksanakan  dengan pencampuran  2 jenis gas sebagai pembentuk nyala api dan sebagai sumber panas.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Teknik Pengelesan. http://indonesia-mekanikal.blogspot.com /2008/06/teknik-pengelasan-welding-bag-2.html diakses pada tanggal 25 November 2013.

Anonim. 2012. Pengertian Mesin Las.  http://fikrimiftahidayat3m2.blogspot.com 2012/ 01/pengertian-mesin-las.html diakses pada tanggal 20 November.

Anton, Andri ; Arafic ; dkk. Makalah Listrik dan Gas. Jakarta.

Anonim. 2013. Ddasar Teori Pengelasan Gas Oksi Asitelin. http://wijayamesin.blogspot.com/2013/04/dasar-teoripengelasan-gas-oksi-asetilin.html diakses pada tanggal 22 November 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar